Kebudayaan Liya Keraton
Wakatobi, sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara yang tersohor akan keindahan terumbu karang dan variasi biota laut. Diburu oleh para pelancong untuk snorkeling dan menyelam. Namun tahukah Teman Traveler bahwa area ini menyimpan sejarah? Terletak di pusat kabupaten di Pulau Wangi-wangi, bisa disaksikan peninggalan Kesultanan Buton tepatnya di Desa Liya Togo. Teman Traveler pun bisa menyaksikan secara langsung kehidupan suku Buton di desa ini. Seperti apa ya? Simak ulasan berikut.
WAKATOBI - Wakatobi merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara yang sekaligus taman nasional, terdiri atas empat pulau. Yakni, Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
Empat nama pulau itu kalau disingkat menjadi Wakatobi. Nah, saya mengunjungi tiga pulau di antaranya. Wakatobi punya potensi pariwisata yang besar, terutama terkait dengan keanekaragaman hayati biota lautnya.
Kondisi terumbu karang di kawasan itu menjadi salah satu prioritas konservasi laut Indonesia. Dengan fakta itu, sudah pasti kalau melihat keindahan lautnya, kita tidak bakal menyesal.
Airnya biru kehijauan dan bening. Pasirnya juga bersih. Yang saya kunjungi kali pertama adalah Pulau Wangi-Wangi, yang menjadi pusat pemerintahan kabupaten.
Begitu saya mendarat di Bandara Matohara, sopir Patuno Resort, tempat saya menginap, sudah menjemput. Perjalanan ke resor itu hanya setengah jam dari bandara. Namun, karena tidak ada transportasi yang memadai, setiap tamu yang menginap pasti dijemput.
Patuno Resort cukup jauh dari "kota", Kelurahan Wanci. Kira-kira 45 menit kalau naik motor. Toko-toko, ATM, dan tempat makan hanya ada di Wanci. Tapi, bagi yang ingin menikmati liburan privat, resor itu cocok banget.
Tarifnya juga terjangkau. Juga, pemandangannya indah. Sebagian besar kamar di resor tersebut menghadap pantai. Jadi, tidak perlu pergi ke pantai lain untuk bermain air. Tinggal buka kamar, duduk di kursi, dan menikmati semilir angin.
Pagi dan sore, biasanya air laut surut. Nah, waktu itu menjadi kesempatan bagus buat tamu resor untuk berjalan ke The Rock, batu karang yang berada di tengah laut.
Mirip dengan Tanah Lot di Bali, tapi itu hanya batu karang yang ditumbuhi pepohonan. Spot tersebut recommended buat foto-foto deh!
Namun, saya ingin mengeksplorasi objek wisata lain di Wangi-Wangi. Karena itu, saya pergi ke Benteng Liya. Dengan menyewa motor, saya menuju lokasi tersebut.
Benteng Liya terletak di Desa Liya Togo, memiliki empat lapisan pertahanan dengan 12 pintu. Benteng tersebut menjadi salah satu peninggalan sejarah Kesultanan Buton.
Memang area sekitarnya sekarang digunakan sebagai permukiman. Tetapi, konstruksi benteng masih seperti dulu. Yakni, disusun dari batu-batu karang tanpa perekat. Eksotis sih kesannya.
Di dalam benteng, terdapat masjid tua yang diberi nama Masjid Liya Togo. Tapi, saya tidak sempat mengunjunginya karena sudah sore dan harus segera kembali ke Patuno.
Maklum, lampu penerangan jalan hanya ada di Wanci, selanjutnya tidak ada. Padahal, untuk menuju Patuno, sebagian besar rute melewati hutan ketimbang permukiman.
Meski warga setempat bilang aman, tetap saja serem kalau gelap gulita. Saya juga mengunjungi benteng lain, namanya Benteng Ollo di Pulau Kaledupa atau Kecamatan Kaledupa.
Dari Wangi-Wangi, saya harus menyeberang dengan naik kapal cepat dulu. Kira-kira perjalanannya 1,5 jam. Dari pelabuhan, bisa naik motor kira-kira 15 menit.
Tipikal Benteng Ollo mirip dengan Benteng Liya di Wangi-Wangi. Di dalamnya, juga terdapat masjid tua, Masjid Agung Benteng Ollo.
Bentuknya sejak zaman dahulu hingga sekarang tetap sama. Warga setempat pun masih memanfaatkan masjid tersebut untuk beribadah.
Terakhir, saya menjejakkan kaki di Tomia. Pulau itu punya banyak dive spot jika dibandingkan dengan tiga pulau lain.
Lautnya juga lebih jernih, seperti cermin. Biar perjalanan balance, nggak air laut melulu, bisa pergi ke Bukit Kahayangan. Itu titik paling tinggi di Tomia.
Kita bisa melihat pemandangan Tomia dari puncak. (jan/zul/han)
Itu silat kah?
BalasHapusTarian itu, tapi kaya silat modelx
HapusDaerah ini memiliki potensi yang tinggi untuk dilestarikan. Budayanya yang khas harus tetap dijaga dan diwariskan agar tidak hilang
BalasHapusBrapa jam perjalanan dari kota kendari ?
BalasHapusAda silatkah ary kalau ada kita mau belajar dulu
BalasHapusMantap
BalasHapusIni silat atau tari tarian??
BalasHapusotw Liya Mawi
BalasHapus